POLISI SIMPULKAN ARYA DARU BUNUH DIRI DENGAN 103 BB

JAKARTA – Polda Metro Jaya merilis hasil akhir penyelidikan kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan. Hasilnya, tidak ditemukan unsur pidana dalam kasus tersebut. Polisi menyimpulkan Arya meninggal karena bunuh diri, didukung oleh hasil autopsi, forensik digital, hingga investigasi psikologis, dengan 103 Barang Bukti (BB).

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Wira Satya Triputra, menyampaikan penyebab kematian Arya adalah gangguan pertukaran oksigen pada saluran pernapasan atas hingga menyebabkan mati lemas.

“Penyebab kematian korban adalah akibat gangguan pertukaran oksigen pada saluran pernapasan atas yang menyebabkan mati lemas,” kata Wira dalam konferensi pers di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).

Polda menyatakan tidak ditemukan DNA, darah, atau jejak biologis milik orang lain di tubuh Arya maupun di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Sidik jari yang ditemukan di lakban yang membungkus wajah korban pun dipastikan milik Arya sendiri.

Barang bukti yang diamankan dari kamar korban mencapai 103 item, di antaranya gulungan lakban kuning, flashdisk, laptop, alat kontrasepsi, pelumas, hingga plastik bening yang menutupi kepala Arya.

Dokter forensik RSUPN Cipto Mangunkusumo, dr. Yoga Tohjiwa, menjelaskan hasil autopsi menemukan adanya luka lecet pada pipi dan leher, luka dangkal di bibir bagian dalam, serta memar di lengan. Autopsi juga menunjukkan lendir dan busa kemerahan di tenggorokan serta paru-paru yang membengkak, yang mendukung diagnosis mati lemas.

Dari sisi digital forensik, penyidik menemukan pesan elektronik (email) dari badan amal layanan dukungan bagi orang-orang yang mengalami tekanan emosional atau kecenderungan bunuh diri. Pesan tersebut ditemukan di perangkat seluler korban dan berisi pengakuan keinginan untuk mengakhiri hidup.

“Dalam email tersebut, korban menjelaskan alasan keinginan bunuh diri. Email itu dikirim ke lembaga yang menyediakan layanan dukungan psikologis,” kata Ipda. Saji Purwanto dari Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Sementara itu, dari sisi psikologis, Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) menyebut Arya mengalami burnout atau kelelahan mental berat akibat pekerjaannya sebagai diplomat di Direktorat Perlindungan WNI Kemlu, yang menuntut empati tinggi serta ketahanan emosional jangka panjang.

Apsifor juga menggambarkan Arya sebagai sosok yang bertanggung jawab, berperilaku positif, dan sangat peduli pada orang di sekitarnya. Namun tekanan kerja yang intens dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan menjelang kematiannya.

Soal dugaan adanya pertemuan dengan seorang perempuan bernama Farah sehari sebelum Arya meninggal juga telah ditelusuri. Polisi membenarkan Farah sempat bertemu Arya di Grand Indonesia. Setelahnya, Arya naik taksi dan turun di Gedung Kemlu. Farah telah diperiksa sebagai saksi, namun tidak ditemukan indikasi keterlibatan dalam kematian Arya.

“Semua bukti dan hasil pemeriksaan mengarah pada simpulan: korban mengakhiri hidupnya sendiri. Tidak ada keterlibatan pihak lain,” tegas Wira.

Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi dan turut menghormati privasi keluarga korban. Masyarakat juga diajak untuk lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental dan mendorong siapa pun yang merasa tertekan untuk mencari bantuan profesional.

Diketahui, Arya ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Gondia Guest House, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025. Ia ditemukan dalam kondisi wajah dan kepala dililit lakban kuning, serta terbungkus plastik bening. Kamar tempatnya menginap terkunci dari dalam dan menggunakan sistem pengamanan berlapis. (AS/N)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *