JAKARTA – Kasus pemukulan terhadap jurnalis foto dari media Antara, Bayu Pratama, saat meliput kericuhan di depan Gedung MPR/DPR, pada Senin (25/8/2025) lalu, kembali menegaskan rapuhnya perlindungan terhadap pekerja Pers di Indonesia.
Bayu yang mengenakan atribut lengkap, helm bertuliskan Antara, kartu Pers, dan membawa 2 kamera, tetap menjadi korban kekerasan aparat. Ia mengalami luka di kepala dan tangan, sementara salah 1 kameranya rusak akibat serangan.
“Saya sudah berdiri di balik barisan polisi agar merasa lebih aman, tapi tetap dipukul,” kata Bayu.
Yayasan Peduli Jurnalis Indonesia (YPJI) menilai insiden tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan Pers. Ketua Umum YPJI, Andi Arif, menegaskan kekerasan terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan.
“Jurnalis bekerja untuk publik. Tugas mereka dilindungi undang-undang. Kekerasan seperti ini tidak boleh dibiarkan dan harus diproses secara hukum,” terang Andi kepada wartawan, Rabu (27/8/25).
YPJI menekankan permintaan maaf tidak cukup. “Harus ada tindakan nyata agar kejadian serupa tidak terulang. Jurnalis harus mendapat perlindungan penuh saat bertugas,” ujarnya.
Mabes Polri menyatakan komitmen melindungi jurnalis. “Media adalah mitra strategis dalam menyampaikan informasi kepada publik. Karena itu, aparat harus memprioritaskan perlindungan terhadap jurnalis,” tutur Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen (Pol). Trunoyudo Wisnu Andiko.
Kapolda Metro Jaya, Irjen (Pol). Asep Edi Suheri, melalui Kabid Humas Kombes. Ade Ary, juga menyampaikan permohonan maaf kepada Bayu. Ia memastikan Propam Polda Metro Jaya telah diperintahkan menindak tegas oknum yang terlibat dalam insiden tersebut.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebut wartawan berhak mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Pasal 18 menegaskan, pihak yang dengan sengaja menghalangi atau mengganggu kerja jurnalistik dapat dipidana penjara hingga 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
Dengan dasar hukum tersebut, kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya melanggar etika, tetapi juga termasuk tindak pidana yang harus ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Insiden yang menimpa Bayu Pratama menjadi peringatan serius bahwa kebebasan Pers di Indonesia masih rentan. (AS/N)