PGK Lampung Soroti Dugaan Narapidana Kasus KDRT di Rutan Way Hui Gunakan Alat Komunikasi Jelang Sidang Putusan

Bandar Lampung – Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampung menyoroti dugaan pelanggaran serius yang terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Way Hui, Lampung Selatan. Salah satu warga binaan yang tengah menjalani proses hukum atas dugaan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) diduga masih dapat menggunakan alat komunikasi pribadi bahkan melakukan aktivitas di media sosial, meskipun sedang dalam masa tahanan.

Dugaan ini menjadi perhatian publik lantaran pada Senin, 13 Oktober 2025, narapidana berinisial A.P. dijadwalkan menjalani sidang pembacaan putusan atas perkara KDRT yang dilaporkan oleh korban DM, sesuai laporan polisi Nomor: LP/B/331/V/2025/SPKT/Polsek SKM/Resta Balam/Polda Lampung.

Dalam laporan tersebut, korban mengaku mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan dan penyeretan hingga mengalami luka di bagian kepala dan pipi. Namun di tengah proses hukum yang masih berjalan, beredar informasi bahwa terdakwa justru dapat mengakses telepon genggam dan bahkan melakukan siaran langsung (live) di platform TikTok dari dalam Rutan Way Hui.

Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya kelalaian pengawasan dan lemahnya penerapan aturan internal di lingkungan Rutan Way Hui yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah Kemenkumham Lampung.

 

Perilaku tersebut jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, yang secara tegas menyebutkan:

Pasal 4 huruf (j): “Setiap narapidana dan tahanan dilarang memiliki, membawa, dan/atau menggunakan alat elektronik, termasuk telepon genggam, kamera, maupun perangkat komunikasi lainnya tanpa izin dari pejabat yang berwenang.”

Sementara itu, Pasal 9 ayat (1) dalam peraturan yang sama menegaskan bahwa pelanggaran tata tertib dapat dikenai sanksi disiplin ringan, sedang, hingga berat, termasuk pencabutan hak-hak tertentu dan penempatan di sel khusus.

DPW PGK Provinsi Lampung menilai bahwa peristiwa ini bukan hanya pelanggaran disiplin, tetapi juga indikasi lemahnya integritas sistem pengawasan dan potensi penyalahgunaan wewenang oleh oknum di lingkungan rutan.

 

Wakil Ketua Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampung,Ahmad Riski Rinanda, menyampaikan bahwa dugaan ini tidak boleh dibiarkan tanpa tindak lanjut.

“Bagaimana mungkin seorang narapidana yang sedang menunggu putusan bisa bebas menggunakan alat komunikasi bahkan tampil di media sosial? Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi bentuk pembiaran yang mencoreng wibawa hukum,” tegasnya.

PGK Provinsi Lampung meminta Kemenkumham Lampung untuk segera melakukan pemeriksaan internal, menindak tegas pihak-pihak yang lalai, dan menutup celah penyalahgunaan fasilitas di dalam rumah tahanan.

“Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, PGK Lampung akan membawa persoalan ini ke ranah yang lebih serius, termasuk melaporkannya ke Kementerian Hukum dan HAM RI, Komisi III DPR RI, serta Ombudsman Republik Indonesia untuk memastikan adanya evaluasi terhadap sistem pengawasan di Rutan Way Hui,” lanjutnya.

 

PGK Lampung menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan secara konsisten tanpa pandang bulu. Semua warga binaan, tanpa memandang latar belakang sosial maupun perkara hukum, wajib tunduk pada aturan yang berlaku.

“Rutan bukan ruang hiburan atau panggung sosial media. Ketika seorang napi bisa live TikTok dari dalam sel, maka itu bukti nyata bahwa sistem pengawasan gagal menjalankan fungsi pembinaan. Negara harus turun tangan,” tutup Ahmad Riski Wakil Ketua PGK Lampung. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *