BANDAR LAMPUNG — Setelah berbulan-bulan menanti dalam ketidakpastian, keluarga Sakim kini merasakan secercah harapan. Upaya pencarian terhadap Aulia, remaja 18 tahun yang menghilang sejak awal Maret 2025, mulai menunjukkan titik terang. Baru-baru ini, kediaman mereka kedatangan aparat yang menunjukkan langkah serius dalam menindaklanjuti kasus ini.
“Pagi tadi, ada petugas dari kepolisian yang datang ke rumah,” ujar Sakim, ayah Aulia, saat ditemui Rabu (14/5).

Tak hanya dari pihak kepolisian, perhatian juga datang dari unsur pemerintahan setempat. Siang harinya, rumah sederhana di Jalan Banten, Gang Pemuda 2 No 44, RT 02, LK 11, Kelurahan Bakung, Telukbetung Barat, kembali menerima kunjungan. Kali ini dari Camat, Babinsa, Lurah, dan aparat lingkungan lainnya.
“Pak Almasyah dari Babinsa datang, juga Pak Idham, Camat kami. Ada juga Pak Sigit, Lurah kami, dan Kepala Lingkungan Pak Fani beserta jajaran. Semua hadir dan berbincang dengan saya,” kata Sakim, lirih namun penuh syukur.
Di balik tatapan lelahnya, Sakim menyimpan harapan yang tak pernah padam. Ia mengingat jelas hari terakhir Aulia terlihat. Minggu, 2 Maret 2025, sekitar pukul 16.30 WIB, Aulia berpamitan kepada ibunya, Linda, untuk membeli takjil. Hari itu adalah awal Ramadan. Dengan senyum yang kini begitu dirindukan, Aulia melangkah keluar rumah—dan sejak itu tak pernah kembali.
Hari demi hari berlalu, dan rumah yang dulu dipenuhi canda tawa kini sunyi. Namun doa-doa terus terucap. Nama Aulia selalu disebut dalam setiap sujud, dalam tiap malam panjang penuh penantian. Linda, ibunya, setiap malam menatap pintu, berharap mendengar langkah kaki putrinya kembali.
Kasus ini sempat menjadi viral di media sosial, memunculkan simpati dari berbagai pihak. Dari yang semula hanya menjadi duka dalam diam, kini menjadi kisah yang menyentuh hati banyak orang.
“Kami sangat berterima kasih atas perhatian yang kami terima. Setidaknya kami tahu, kami tidak sendiri dalam pencarian ini,” ujar Linda, dengan suara bergetar.
Keluarga Sakim menyadari bahwa perjalanan ini belum usai. Namun hari-hari yang dulu suram kini sedikit lebih terang. Kehadiran para aparat menjadi bukti bahwa masih ada yang peduli, masih ada yang turut mendoakan.
Hilangnya Aulia bukan sekadar kehilangan seorang anak, melainkan juga kisah tentang cinta yang tak kenal batas, keteguhan hati, dan kepercayaan pada harapan. Dalam luka, mereka tetap memilih percaya bahwa suatu hari Aulia akan kembali.
Dan hingga hari itu tiba, rumah ini akan terus menunggu—dengan cinta yang setia, doa yang tak henti, dan keyakinan yang tak pernah padam. (*)