Dewan Pers Kritik Perpol Nomor 3 Tahun 2025: Dinilai Melanggar Prinsip Kebebasan Pers

Ilustrasi jurnalis game. Foto: Shutterstock

Jakarta – Dewan Pers menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi jurnalis asing di Indonesia bertentangan dengan prinsip kebebasan pers. Dewan Pers pun meminta agar aturan tersebut ditinjau ulang.

Hal ini disampaikan melalui pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. Dewan Pers menyayangkan lahirnya peraturan tersebut karena proses pembuatannya dianggap tidak melibatkan lembaga pers yang menjadi aktor utama dalam dunia jurnalistik.

Dewan Pers juga menilai bahwa Perpol ini bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Perpol ini dianggap melanggar kewenangan Dewan Pers dalam mengawasi kerja jurnalistik, termasuk untuk jurnalis asing yang melaksanakan tugas di Indonesia.

“Perpol ini mengatur kerja jurnalistik yang melibatkan 6M – mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita, yang sudah diatur dalam UU Pers. Pengawasan terhadap hal ini merupakan kewenangan Dewan Pers, bukan pihak lain,” demikian keterangan Dewan Pers.

Selain itu, Dewan Pers juga menilai bahwa Perpol ini memberikan wewenang berlebihan kepada Polri dalam mengawasi orang asing di Indonesia, khususnya jurnalis. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang sudah mengatur pemberian izin masuk bagi WNA, termasuk jurnalis.

Dewan Pers khawatir bahwa aturan ini dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang birokrasi, dan berpotensi disalahgunakan oleh oknum aparat penegak hukum. Lebih lanjut, Dewan Pers menilai bahwa meskipun Perpol ini diklaim untuk memberikan perlindungan kepada jurnalis asing, pada kenyataannya, aturan ini berpotensi untuk mengawasi dan mengontrol kerja jurnalis.

Oleh karena itu, Dewan Pers merekomendasikan agar Polri melakukan peninjauan kembali terhadap Perpol 3/2025 ini.

Kata Polri

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho. Foto: Dok. Humas Polri
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho. Foto: Dok. Humas Polri

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho, memberikan penjelasan terkait Perpol Nomor 3 Tahun 2025. Ia menjelaskan bahwa aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Revisi UU Keimigrasian Nomor 63 Tahun 2024 dan bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada jurnalis asing, khususnya yang bertugas di wilayah rawan konflik.

Sandi menegaskan bahwa Perpol ini tidak mewajibkan jurnalis asing untuk memiliki SKK, kecuali jika diminta oleh penjamin yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, Polri hanya akan menerbitkan SKK jika ada permintaan dari penjamin, bukan jurnalis asing itu sendiri.

Ilustrasi fotografer jurnalistik. Foto: Justin Tallis/AFP
Ilustrasi fotografer jurnalistik. Foto: AFP

“Jika tidak ada permintaan dari penjamin, SKK tidak dapat diterbitkan. Tanpa SKK, jurnalis asing tetap bisa melaksanakan tugasnya selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Sandi.

Menurut Sandi, peraturan ini bertujuan untuk memastikan perlindungan terhadap jurnalis asing yang bekerja di Indonesia, terutama di wilayah dengan potensi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *