INTERNASIONAL – Kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dianggap dapat mendorong relokasi pabrik ke Indonesia sekaligus memperluas pasar ekspor negara tersebut.
Direktur dan Founder Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa tarif impor Indonesia sebesar 32 persen, yang lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya seperti Kamboja (49 persen), Vietnam (46 persen), Thailand (36 persen), dan China (34 persen), membuka potensi bagi relokasi industri ke Indonesia.
“Dengan negara-negara kompetitor Indonesia yang dikenakan tarif lebih tinggi oleh Trump, Indonesia berpotensi menjadi tujuan relokasi industri,” kata Bhima kepada kumparan, Kamis (3/4).
Meski demikian, negara-negara seperti Malaysia (20 persen) dan Filipina (17 persen), yang memiliki tarif lebih rendah, juga berpotensi menarik perhatian investor untuk relokasi.
“Akan tetapi, keputusan relokasi sangat bergantung pada sejumlah faktor pendukung,” tambah Bhima.
Menurut Bhima, ada tiga faktor utama yang dapat menarik minat investor. Pertama adalah market intelligence, diikuti dengan kesiapan infrastruktur kawasan industri, serta pasokan tenaga kerja dengan kualifikasi yang sesuai.
“Investor akan mencari negara dengan tarif lebih rendah yang juga memenuhi tiga syarat utama tersebut,” jelasnya.
Bhima juga menilai Uni Eropa bisa menjadi mitra strategis Indonesia, khususnya dalam kerjasama transisi energi, yang berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Kerjasama transisi energi dengan Jerman bisa menjadi peluang besar. Pemerintah Indonesia perlu meyakinkan Jerman untuk menyerap lebih banyak produk Indonesia, terutama komponen energi baru dan terbarukan yang sebelumnya diekspor ke AS,” tambahnya.
Di sisi lain, Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, berpendapat bahwa tarif baru Trump ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan keanggotaannya di BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
“BRICS bisa menjadi pasar yang sangat potensial untuk produk Indonesia. Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk memperluas ekspor ke negara-negara BRICS,” ujar Ibrahim.
Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki banyak komoditas yang tidak hanya dibutuhkan oleh AS, tetapi juga negara-negara lain. Oleh karena itu, pemerintah harus aktif menggali peluang tersebut.
“Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mendorong ekspor ke negara-negara BRICS, karena mereka merupakan pasar yang besar dan penuh potensi,” kata Ibrahim.
Pada Rabu malam (2/4) waktu AS, Presiden Trump secara resmi memberlakukan tarif impor baru terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang dikenakan tarif sebesar 32 persen, seperti yang diumumkan dalam konferensi pers Trump.